Selasa, 25 September 2012

Tidak Suara tidak juga kata

Idup jauh dari keluarga udah bukan hal yang asing lagi bagi Gue. Sejak SMA gue udah ngekost. tapi yang mau gue ceritain ini beda. kalau dulu, walau Gue ngekos paling lama ya dua minggu sekali bisalah pulang ke rumah. Tapi ini beda. Bandung, itu kota yang Gue tuju semenjak setahun yang lalu, dan akhirnya saat Gue nulis ini, Gue lagi berada di kota ini, kaki diangkat sambil sesekali nelan ludah karena nggak ada makanan yang bisa Gue makan, Memang ngekost bagi anak pas - pasan kayak Gue menyisakan duka tersendiri. Yeah sekarang simak aja cerita Gue.
Awalnya gini,  
Bukan hal yang mengenakan memang saat Kita nggak di terima di perguruan Tinggi impian kita. tapi dari sana nggak sedikitpun menyurutkan niatan Gue buat kuliah demi kehidupan yang mungkin akan lebih baik lagi. jadi setelah Gue puas - puasin nangis ampe puasa Gue bolong dan ngambek sama semua anggota keluarga Gue. Akhirnya rasa laper membuat Gue sadar dan mengambil langkah. Sambil cemberut gue makan dengan biadabnya dan tanpa di duga, Gue kepergok setelah itu Gue di interogasi sampai akhirnya sampailah pada pembicaraan kelanjutan sekolah Gue.
Beberapa minggu kemudian,
Akhirnya Gue tibalah saatnya pada waktu dimana Gue harus mengemasi barang Gue. Menatap iba mata nyokap dan marah - marah karena nunggu lama Bokap yang janji mau nganterin Gue ke Bandung. Sekitar jam  setengah satu dini hari,  Gue udah berada di jok belakang. lampu mobil yang redup membuat Gue sadar benar bahwa dingin tetesan yang terasa di tangan Gue merupakan bentuk luapan emosi akan kesedihan Gue yang kali ini memang benar - benar bakal jauh dari rumah. dan Gue sadar betul nggak seperti waktu SMA yang dengan mudah bolak - balik kost dan rumah. yang ini beda. Gue menatap nyokap yang sedang tidur. Walau masih terlihat cantik namun nampaknya beliau nggak bisa terhindar dari tanda - tanda penuaan. Mulai mengeriput. Saat itu, gue janji, bakal menjadi anak yang bikin orang tua bangga.
Jauh meninggalkan rumah, saat pagi bersambut, Gue udah masuk wilayah bandung. Saat membuka pintu kamar Kost gue, debu - debu begitu menusuk dan membuat Gue bersin - bersin. Tampak nggak layak huni, belum lagi atapnya mengunakan asbes dan lampunya redup seperti hanya menunggu hari untuk menghabiskan sisa cahayanya. Namun lagi - lagi disinilah sosok orang tua tampil. setelah entah berapa jam belanja segala kebutuhan Gue, mulai dari yang kecil misal lap serbet sampai yang besar seperti lemari, meja belajar, TV. kamarr Gue di sulap bak menjadi tempat yang memang nyaman. belum lagi, di pinggr tembok, kasur terlihat melambai - lambai mengajak setiap pemiliknya untuk melemaskan otot - otot. dan untuk pertama kalinya kekompakan Gue, Bokap dan Nyokap kembali terjalin. Dengan semangat, kami semua bersih - bersih, menata peralatan kemudian diakhiri dengan selonjoran saking capenya. dan sampai sekarang ada satu kalimat yang ingin Gue ucapkan kepada mereka. namun entah kenapa begitu sulit. Mungkin Gue tipikal anak yang nggak ekspresif. bahkan saat orang tua Gue pamit kemudian melenggang pergi, tidak suara atau tangis yang dapat Gue berikan. Walau terlihat mata nyokap menggenang. nampaknya ada air mata yang beliau berhasil tahan biar nggak meluncur keluar. dan apa yng terjadi sama Gue? Gue kaku dan hanya bisa tersenyum. Padahal dalam hati Gue, Gue berusaha memuntahkan kalimat ini : Mah Pah, neng sayang kalian. Maksih. Namun kata itu tertahan sampai Gue hanya bisa menangis beberapa saat kemudian. Saat gue mulai beradaptasi dengan dingin yang menghembus kulit Gue, dengan tempat yang belum Gue pahami. Sesungguhnya jika Gue masih punya kesempatan, izinkan Gue ngucapin kata itu, seenggaknya saat Gue udah bisa mempersembahkan sebuah karya atau kesuksesan yang membuat orang tua Gue menitikan air mata dan berkicau bangga pada tetangga. Aminn...

Sabtu, 22 September 2012

The Best Gift Ever


Hari ini meyakinkan Gue buat secepat mungkin mengambil langkah, meraih impian Gue. Mulanya memang terkesan mustahil, tapi hari ini Gue ngebuktiin kalo Gue pasti bisa. Iya menjadi seorang penulis. Dan langkah pertama Gue bikin blog tentunya. Karena ini postingan Gue yang pertama, jadi maklum kalo masih abal-abal. Jam terbangnya masih sedikit sih. Berhubung temanya The Best Gift Ever so pasti Gue bakal ceritain kejutan yang Gue dapet dari keluarga Gue. Yuk simak ceritanya.

Waktu Gue kecil, tinggal di kampung yang menurut pemikiran Gue saat ini ngolot abis. Mungkin ini karena penduduk kampung yang hanya berpikiran mikro. Kebanyakan bekerja di sektor pertanian yang nggak mikirin keuntungan. Hasil panennya bukan buat di jual hanya buat konsumsi sehari-hari doang. Kalo nggak kerja jadi petani ya jadi pembuat batu bata merah. So sejak Gue kecil, perayaan ulang Tahun, atau kejutan di hari yang special merupakan hal tabu. Hidup di kampung dengan penduduk kampung membuat kehidupan Gue plat – plat aja. Nggak ada yang special. Namun Gue cukup beruntung. Bokap yang bekerja jadi guru SD, membuat diantara  4 keluarga beruntung di kampung yang punya televisi termasuk Gue. Sepulang mengaji, biasanya rumah Gue dipenuhi orang yang ikut nonton TV. Acara favorit Ibu –ibu, sinetron. Dan dari televisi Gue tahu bahwa ada perayaan yang namanya Ulang Tahun. Anak perempuan cantik menggunakan gaun warna pink. Semenjak itu Gue berpikir dan berkeinginan buat ngerayain ulang Tahun Gue. Namun Nyokap sama bokap gue hanya bisa tersenyum sambil menggelengkan tangannya. Dan gue tahu artinya. Nampaknya ini nggak mungkin.
Seiring berjalannya waktu, pemikiran keindahan perayaan Ulang tahun versi sinetron bergelantungan di pikiran Gue. Sampai saat Gue SD kelas 3 kalo nggak salah, Gue mulai ngeliat- liat kalender. Dan karena permintaan Gue sama Nyokap agak nggak mungkin, jadilah gue curhat sama adik Gue. Namanya Cahyadi latief. Bertaut 2 tahu umurnya sama Gue. Berhubung masih kecil banget, kayaknya Gue salah deh ngajak anak ini buat cerita. Dia kayak orang bego gitu, seolah nggak dengerin. Namun hal yang sangat mengejutkan, setelah 2 hari lewat ulang tahun Gue. Malam itu seisi kampung mati lampu. Dan adik Gue bawain lilin sama kerupuk. Terus Lilinnya di taroh di tengah kerupuk. Sambil nyanyiin lagu Ulang Tahun, kemuadian Gue tiup deh lilinnya. Setelah itu, gue makan kerupuknya. Walau agak pahit, gue selalu tertawa kalo mengingat kejaidian itu.
Dan keinginan Gue buat Ulang Tahun kayak yang di sinetronpun berlangsung sampai Gue gede. Ternyata, sinetron begitu mengefek di kehidupan Gue. Tepatnya SMA kelas 2. Gue cukup beruntung karena hanya 3 orang yang bisa ngelanjutin SMA dari kampung Gue. Sisanya lulusan SMP dan langsung jadi pembokat di jakarta. SMA, hidup kost. Karena lingkungan sekolah gue yang udah lumayan maju, perayaan ulang tahun dianggap wajar-wajar aja. Sehingga impian yang bertahun-tahun tersimpan. Hadir kembali. Untungnya, pendidikan seenggaknya ngubah cara Gue bersikap. Dengan sopan dan elegan Gue minta buat bikin perayaan ulang tahun. 
“nggak boleh ah, lagian bid’ah. Nggak baik ulang tahun itu! Umurnya berkurang kok di rayain”  
Mendengar bokap bilang gitu, nyali Gue menciut. Tapi nggak menyurutkan keinginan gue. Gue beralih ke nyokap. Berbekal mencuri secara halus perasaan beliau, Gue pijit-pijit deh kakinya sebelum tidur. Allhamdzulillah berhasil. Dana turun, walau semuanya harus gue yang ngurus. Dan ngadain acaranya di tempat kost Gue. Tanpa bokap dan Nyokap. Malam itu, gue melihat teman sekolah gue bersuka cita dan memberi ucapan selamat sambil ngasih kado. Gue marasa bahagia banget walau Gue tahu, diantara banyaknya yang hadir, nggak sepotongpun dari keluarga Gue. Menurut kabarnya, keluarga Gue nggak bisa hadir. Dan lagi-lagi perayaan ulang tahun meraka anggap nggak penting.


           
Gue tahu, malam ini Cuma pelepas ambisi Gue aja. Seenggaknya Gue berfikir buat bisa berulang Tahun kayak sinetron atau teman – temen Gue. Dan ambisi yang berhasil Gue wujudkan menyisakan ruang hampa yang mengganggu perasaan gue. Gue sadar betul hal itu. Kebahagiaan atas pengertian bokap buat ngabulin permintaan Gue. Dan ketidakhadiran orang Tua Gue yang temen – temen anggap nggak wajar. Tapi semua itu berubah setelah Gue terima telpone dari bokap gue.
“Selamat Ulang tahun ya Nak, ma’af bapak sama Ibu nggak bisa hadir. Diwakilin aja sama adikmu”
            Setelah pembicaraan di telpon selesai, Gue setengah berlari keluar dan nggak bisa diem menanti kehadiran adik Gue. Sampai acara selesai, Gue marasakan bahagia banget. Adik Gue duduk dengan manisnya tersenyum melihat kesetiap gerak Gue. Nampaknya penampilanya memang beda dari teman – teman Gue. Sederhana mendekati cuek namun penuh dengan perhatian. Sungguh kehadiran dia adalah kejutan yang sampai saat ini nggak bisa di tolelir kebahagiaan itu. Terkesan dan mengena di hati. Sama seperti perayaan ulang Tahun dulu. Tanpa gaun, tart namun masuk dalam daftar yang selalu membuat otak Gue merekamnya dengan baik dan menggulirkan senyuman di bibir Gue. Makasih De, atas kehadiran dan kesediaan udah bisa mengerti dan memberikan kebahagiaan buat teteh. Makasih juga pah, mah. Walau melalui telpone namun membuat air mata ini meluncur dengan berhasil karena Gue tahu, ucapan itu begitu tulus. Mamah perayu ulung mengerti Gue dan selalu berhasil membujuk bokap Gue. Sementara dibalik muka bokap  yang sangar ternyata pengertian menjadi hal yang patut Gue acungkan jempol buat beliau. Makasih mah, Pah dan kamu De, cahyadi latief. Adik terthe Best yang Tuhan kirim buat Gue. 

            Dan saat ultah yang ke 17, hadir pula orang yang dikirimkan Tuhan buat gue, semoga dikemudian hari menjadi bagian dari keluarga Gue. Amin.