Sabtu, 17 November 2012

Selalu ada Makna di balik Cerita, special guruku

Menulis, dalam keadaan apapun kata itu menjadi hal yang menarik bagi saya. Tidak terkecuali saat tangan ini hanya bisa mengetik dengan hanya menggunakan jari - jari di tangan kiri. Jadi di hari yang memuakan seperti ini, jamari saya masih menari menorehkan kata demi kata ungkapan kekecewaan hari ini.

Dengan kamu, waktu terasa berlari meninggalkan kita. saya masih nyaman dengan suasana tadi, pembicaraan santai dengan sesekali diselipkan canda dan tawa. sampai akhirnya, jam hitam yang melingkar di tangannmu, menarik lebih banyak perhatianmu dibandingkan kata yang keluar dari mulutku. Akhirnya, kita berjalan pulang. Di tengah jalan, ada percabangan dan saya memutuskan untuk menaiki sebuah angkot yang kali ini tidak membuat saya nyaman untuk memejamkan mata. Hati dag - dig - dug merasa ada yang tidak beres. Ternyata oh ternyata hp saya tertinggal. Saya turun dan naik lagi angkot yang menuju kampus. Ternyata, hp dipastikan lenyap dan sudah tidak akhtif lagi. saya mengeluh, menyesali keteledoran saya dan kebobrokan nilai bagi sebagian orang. Yang dengan tega mengambil barang milik orang lain, perasaannnya, dan kemanusiaannya luntur sudah. Mata di butakan dengan materi dengan menepis sisi belaskasihan kepada anak kos yang mungkin bila tanggal tua hanya bisa makan angin doang. Tapi sudahlaah...
Belajar menerima, bersabar dan bersyukur walau sangat pedih. susah dan mustahil terlaksana bagi saya, wanita yang awam bagaimana cara mengamalkan akhlak yang baik. 

Di kosan, saya menumpahkan kekecewaan dengan membuka laptop dan menuliskan perasaan pada sebuah jejaring sosial. banyak yang menanggapi  dibanding hari - hari biasa, Membuat saya bisa menyimpulkan bahwa terkadang musibah mengeratkan persaudaraan dan rasa kemanusiaan sesama manusia. Ironis memang, tapi itu realitanya. 

Saya kembali membaca satu demi satu orang yang rela meyelipkan kalimat sekedar menaggapi atau mengucapkan kalimat sabar. Hmmzz. Ada yang paling berkesan, Ibu Guru Matematika yang menjadi sosok inspirator dalam hidup saya. Ani Nuraini.Guru SMA kelas XI di SMA N 1 Parigi . Mata pelajaran mempertemukan kita. dengan status yang berbeda. Guru dengan siswa. Awalnya saya tidak begitu respek dengan permainan angka - angka. Namun beliau bagai pesulap, dapat merubah suasana hati saya dan anak kelas yang lain menjadi lebih menyayangi matematika. permainan angka yang membuat pusing kepala dapat menjadi hal yang menarik dan memunculkan antusias belajar. Sama rata sama rasa. Tidak ada pembeda, tidak pilih kasih untuk semua siswa. Saya yang bodoh dalam hal matematika, sama sekali tidak merasa tertekan, justru keinginan saya untuk ke depan menyetorkan tugas yang diberikan begitu besar. Ibu ini seperti malaikat. Manis, kecil dan gaya berbicara seperti mengunyah permen karet. Namun jelas, angka - angka itu menjadi lebih hangat dan bersahabat lewat suara dan jari - jemarinya yang menggoreskan spidol di whiteboard. Bukan hanya mengajar atau status guru yang beliau sandang. Tapi persahabatan. Ia tak sungkan mengajarkan pengalaman hidup, nasihat seolah kami siswanya adalah adik beliau. Namun bila di lihat dari sorot mata dan derap langkahnya, ia bukan tanpa wibawa. Tidak. Beliau amat sangat tegas. Berkarakter dan membuat kami nyaman. Namun siang ini, guru kebanggaan saya tidak seperti dulu lagi. entahlah saya kurang tahu juga. namun yang jelas, Ibu Ani guruku tersayang, cepat sembuh.Gerakan - gerakan lagi kakimu, sehingga dapat berdiri tegap. Melangkah dan memberikan makna bagi setiap orang yang ada di sekelilingmu. sehingga bisa mengingat sama halnya saya dan kucuran demi kucuran do'a yang deras senantiasa menjaga tidurmu. 



Saya bersyukur dan bangga bertemu dengan Ibu, walau mungkin saya belum membuat Ibu bangga memiliki anak didik macam saya. Tapi yang jelas, suatu saat nanti saya ingin seperti ibu. Menjadi Guru yang mengena di hati siswa. Hidup dalam pikiran siswa sebagai sosok yang berjasa, menginspirasi dan merasakan kesukuran serta kebergunaan kita hidup di semesta ini.

sakit, hati saya sakit kehilangan hp siang ini, namun lagi - lagi ibu menasihati saya melalui keadaan Ibu. tidak sepatutnya saya merasa sial atas kejadian ini. selalu bersyukur dan tawakal bahwa di luar sana masih ada manusia yang kurang beruntung seperti saya. Masih ada manusia yang terkulai lemah karena sakit jasmaninya dan masih tetap bisa sabar. bahwa masih ada di luar sana, yang sakit rohaninya dan berjalan - jalan sepanjang jalan. dan juga masih banyak di luar sana, manusia yang rendah martabatnya sehingga dengan tanpa merasa berdosa mengambil barang yang bukan menjadi miliknya. Ibu, yakinlah Tuhan menyayangi Ibu. sama halnya seperti Ibu guru yang menilai anak didiknya dengan ujian. Mungkin ini juga cara Tuhan menguji dan akan meninggikan derajat Ibu. aminn. keket sayang Ibu.






                                                                                                  
                                                                                          Katrin Yustina, Keket


                                                                                          Anarkiss all Brother
                                                                                 (Anak Republik kelas sosial satu)

Senin, 12 November 2012

Guruku Pahlawanku



Modernisasi, teknologi dan Pendidikan. Semua saling kait mengait. Dimana untuk menyiapkan manusia yang mampu menjadi agen pembangunan didunia modern di perlukan pendidikan. Tapi sudah kodrati sama halnya dengan jalan yang tidak selalu lurus. Begitupula dalam dunia pendidikan. Kerikil - kerilik penghambat tujuan pendidikan selalu ada. Baik yang bersifat Internal maupun eksternal. Teknologi, dewasa ini berkembang dengan begittu pesatnya. Namun menyisakan segudang permasalahan yang berdampak kepada dunia Pendidikan. 

Guru dituntut untuk terus aktual dan melakukan pengawasan terhadap anak didiknya. Namun sebagai manusia biasa, tawuran, pornografi, rusaknya moral sebagai akibat dari Teknologi dan modernisasi. Banyak pihak yang menyalahkan guru, tetapi itu tidaklah seharusnya dibenarkan. Guru dengan jam pembelajaran yang terbatas, harus memperhatikan beberapa aspek. Mengembangkan aspek kognitif, Afektif, dan Psikomotorik dengan banyaknya mata pelajaran yang harus diemban. Belum lagi, tugas dan tanggung jawab guru bukan hanya mengajar tetapi juga mendidik, membimbing, membina dan melatih peserta didik. Sekarang Peserta didik. Bersifat unik. Berangkat dari rumah yang berbeda, menjadikan mereka berkarakter berbeda pula. Sementara Guru harus memahami dengan mengedepankan layanan publik. Tetapi kembali lagi kepada Guru itu sendiri, mereka manusia biasa yang terkadang emosional merusak profesionalitas. Membentak siswa saat belajar, atau malah ada yang dengan khilaf menampar karena siswanya bandel dan tidak menghargai. Namun sayangnya, disinilah kesalahan manusia. Congkak, tidak saling menghargai dan menganggap diri lebih baik dari seorang Guru. Mata mereka tertutup dan membenci dengan alasan yang saya rasa tidak masuk logika. bagaimana tidak, Setiap hari Guru mengabdikan diri. Apapun pekerjaan dan cita - cita seorang manusia berawal dari pengabdian seorang guru.  Tanpa mengenal lelah, setiap hari berbakti, mengajar dengan penuh keiklasan dan kesabaran. Berhitung, membaca dan menulis. Untuk selanjutnya anak didiknya ada yang suskes menjadi pakar matematika, arsitek, diplomat atau bahkan penulis seterkenal J.K Rowlingpun berawal dari pengabdian seorang Guru. Padahal tidak ada jaminan anak didiknya dapat mengenang jasa - jasa Guru dikemudian hari. Guru diibaratkan sebagai seorang pilot yang membawa kemana manusia ingin pergi. Meraih mimpi, mencapai kesuksesan.

Gaji. Profesi guru tidak semata - mata memandang gaji. Padahal tidak menutup kemungkinan potensi dari seorang guru bisa menempatkan mereka pada jabatan yang gajinya lebih dari gaji guru. Tapi lagi - lagi, Tuhan menggariskan Guru bak manusia berhati malaikat. Gaji yang seadanya selalu dicukupkan  dizaman modern ini. Karena, selain materi sumber kabahagiaan lain labih banyak lagi. Dan tidak ada yang lebih bahagia bagi Guru kecuali saat mengetahui anak didiknya sukses. Gurupun bisa kecewa, dan patah hati atau bahkan mngeluarkan air di matanya saat tahu kehidupan anak didiknya di masyarakat gagal. Intinya, kalau bisa dikadarkan. Kadar kasih sayang di muka bumi ini untuk anak manusia, selain Tuhan, Orang Tua juga Guru. Iya Guru. Yang selalu berjuang dengan segala keterbatasannya. Guruku Pahlawanaku. 

Namun bagi seorang Pahlawan, tantangan dalam perjuangan mutlak adanya. termasuk Guru. Mulai dari Sarana dan Prasarana sekolah serta Kurikulum.Tidak semua Guru mendapatkan tempat yang sama. faktor pemerataan pembangunan di Indonesia turut mempengaruhi. Guru yang berada di perkotaan dan pedesaan jelas sekali terlihat seolah berjenjang. Jika diperkotaan, dapat mengeikuti tuntutan kurikulum dengan lebih optimal, Mendapat informasi, pengetahuan dan pendidikan yang terbaharui mengenai dunia mengajar. Berada di ruangan nyaman dengan ventilasi dan media pembelajaran yang menunjang keberhasilan peserta didik. Sementara di desa, Laptop. tidak semuanya guru telah mengenal dan memanfaatkannya dalam pembelajaran. kebanyakan guru dalam mengajar menggunakan kapur walaupun jelas, itu tidak baik bila ditinjau dari segi kesehatan. Atap kelas bocor, dan bangunan tidak terlalu layak sebagai penunjang proses belajar mengajar. Tapi  dewasa ini, untunglah teknologi merambah belahan Indonesia. Walaupun tidak semuanya tetapi ini peningkatan. Guru dituntut melek teknologi. Melaksanakan program Profesional, pelatihan - pelatihan serta Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru. Walaupun faktor usia seolah menghambat perjuangannya. Bagi guru yang sudah berusia lanjut, belajar seperti ini membutuhkan waktu yang lama. Perkembangan intelektualnya tidak sebagus anak remaja atau dewasa. namun lagi - lagi demi anak didiknya, Guru selalu berusaha memeberikan yang terbaik. pelayan. Bagai siput yang yang berjalan begitu pelan dengan tegad yang kuat. Begitulah seorang guru. Mengemban tugas mulia, mencerdaskan Kehidupan Bangsa. 

Minggu, 11 November 2012

Katrin Yustina :): Ketulusan sosok Kepahlawanan Guru

Katrin Yustina :): Ketulusan sosok Kepahlawanan Guru

Ketulusan sosok Kepahlawanan Guru



Guru. Di zaman modern seperti ini, profesi guru tidak begitu diminati khususnya bagi kalangan menengah ke atas. Alasannya karena kurang terjaminnya kesejahteraan hidup. Padahal untuk mencerdaskan bangsa, dan mensejahterakan manusia, itu semua bermula dari seorang guru. Guru sejatinya bukan hanya melihat gaji namun didasari oleh sebuah panggilan jiwa. Pengabdian. Mengajar, mendidik, membimbing, dan membina peserta didik bukanlah hal yang mudah. Anak bukan orang dewasa dalam ukuran kecil. Salah dalam mendidik, rugi anak seumur hidup. Perkembangan dunia pendidikan pesat. Kurikulum berubah - rubah di sesuaikan dengan tujuan pendidikan yang mengacu kepada tuntutan zaman. Disini guru dituntut untuk mengikuti aturan. Ada yang menerima, mengikuti dan mengerti atau ada yang kebingungan dan tetap kembali kepada metode dan cara mengajar yang dahulu. Berbeda - beda memang. Tapi yang jelas, kebahagiaan seorang guru adalah melihat anak didiknya sukses. Pendidikan adalah hal yang penting. Pemerintah berusaha meningkatkan mutu pendidikan melalui Undang - Undang Guru dan Dosen No 14 tahun 2005. Salah satunya untuk meningkatkan kesejahteraan guru dengan adanya sertifikasi guru. Setidaknya ini lebih baik bagi sebagian guru yang beruntung. Tapi tidak dengan Ibu Iyos. Guru Madrasah Ibtidaiyah di kampung saya. 
Disaat rekan - rekan guru di sekolah yang lain menikmati buah perhatian pemerintah, ia tidak merasakannya. Setiap pagi, ia mengayuh sepeda sejauh 7 KM, kalaupun tidak, menumpang dengan guru yang lain. Sekolah tempat beliau mengajar pernah berpindah. karena bangunan tidak layak dan roboh. Akhirnya sekolahpun dipindahkan. Di sebelah kantor kepala Desa. Yang bila di tempuh harus melewati tanjakan yang bisa dibayangkan, betapa capenya mengayuh sepeda yang sudah berkarat. Namun saat sampai di kelas, kelelahannya sirna sudah. Digantikan dengan senyuman melihat wajah anak didiknya satu persatu. Bisa dihitung dengan jari memang. anak didiknya banyak yang tidak mengenakan sepatu. Hanya sandal saja. Wajah kucel, gigi kuning, dan kulit busik. Namun beliau dengan tulus mendidik mereka. Padahal di samping profesinya sebagai pendidik, beliau juga mempunyai kehidupan pribadi. Sebagai makhluk sosial, secara kodrati ingin hidup berkecukupan. Tapi di zaman serba mahal ini, gaji seorang guru honorer tidaklah menjamin. Beliau bukan tidak berkompetensi dan berusaha. Tapi beliau jujur. Disaat banyak calon guru yang untuk meraih jabatan PNS dengan mengandalkan uang. Ia lebih baik tidak. Sehingga di geser oleh oknum yang tidak memiliki sifat seorang pendidik. Berakhlak mulia. Ia rela, walaupun terkadang putus asa menghampiri.

Saat Ibu saya bercerita sepulang mengaji,  entah untuk yang keberapa kali Ibu Iyos meminta do'a kepada jemaah. Agar ia bisa lolos tes CPNS. Ada yang berceloteh "bosan mendengarnya". Itu yang saya dengar dari Ibu. Walaupun akhirnya dinyatakan tidak lolos, tapi tidak seharipun beliau bolos mengajar kalau tidak sakit.
Walaupun didasarkan pada panggilan jiwa, tapi himpitan ekonomi membuatnya terlihat disepelekan. Tidak bergengsi. Untuk menunaikan kewajibannya, kendaraan, penampilan dan tubuhnya tidak mencerminkan beliau hidup layak. Tubuh kecil kurus, berkerudung menyon dan sebelum bertemu dengan anak didiknya, sudah berkeringat. Namun sungguh bagi saya beliau adalah sosok pahlawan. Walaupun entah sampai kapan bertahan. Karena, menurut saya bahkan seorang pahlawanpun perlu pengakuan.
Ini tidak dimiliki beliau. Pengakuan. Hanya segelintir orang yang melihat berdasarkan kacamata ketulusan bahwa beliau memang pahlawan. Oknum pejabat, manusia yang haus jabatan tidak memperhatikannya. Mereka buta. Berfikir terlalu idealis. Kompetensi, Pengetahuan, dan profil guru. Setidaknya penampilannya harus rapi, calananya bergaris, wangi, enak dipandang karena sebagai model bagi anak didiknya, Menggunakan sepatu pentofel di semir hitam. Tapi tidak dengan Ibu Iyos. Beliau bahkan terkadang lupa kalau kakinya sakit akibat sepatu yang tidak layak pakai.
Saat guru yang lain ke sekolah sudah menggunakan motor matic. Beliau masih seperti yang dulu. Sepeda. Sertifikasi. Kata itu mungkin sering didengar, tapi itu hanya angan - angan baginya. Gaji ketiga belas, itu juga terdengar indah namun menyesakan hati. Gaji pokokpun tidak, aah saya bukan wartawan yang pernah menanyakan hal itu. Tapi sudah dapat saya bayangkan, walaupun ia tersenyum tapi ia bukan malaikat. Lelah pastiliah ia rasakan.

Kalaupun profesi mengacu kepada dua hal, pengabdian dan pendapatan.Setidaknya beliau seorang pengabdi yang patut dicontoh. Walaupun beliau berkutat dengan papan tulis dan kapur disaat yang lain sudah menggunakan media pembelajaran, infocus, internet dan laptop. Bahkan ia belum pernah meyentuhnya. Tapi seberapa jauhnyapun ia tertinggal dengan berbagai metode, strategi dam media pembelajaran. Tapi dalam hal pengabdian, beliaulah juaranya. Bukan berlandaskan aturan atau tunjangan tetapi keikhlasan. Tidak ada manusia yang dapat di katakan sebagai pahlawan, kecuali mereka yang berjuang dilandasi dengan ketulusan. Sama halnya dengan Ibu Iyos. Guruku Pahlawanku.

Jumat, 02 November 2012

Kecewa, Ayo kita buka mata

Dalam suatu kawanan anak manusia. Mereka selalu mempunyai tujuan untuk keterjaminan masa depan. Pendidikan. Berbondong - bodong mencari tempat untuk menjadi orang yang kompeten. Ada yang dari ujung daratan, sebarang lautan. Sampai membentuk suatu komunitas kelas. Pengajar datang silih berganti. Namun ada satu yang begitu ngena di hati membuat mengurut dada, menghela nafas, menggelengkan kepala sampai mengucurkan air mata. 

Kehidupan dengan kompleksitasnya. Waktu, perbedaan, tujuan. Itu menjadi masalah yang pelik di pagi ini. Iya, tahulah kini, Tuhan membukakan mata saya. Dia begitu egois, segala kesibukan, masalah, kesalahan di timpakan kepada kami. Wajahnya jarang dihiasi senyuman, berperilaku dengan tergesa - gesa. Padahal mulutnya, merupakan salah satu sumber ilmu yang kami nantikan. Begitu cerdas, lugas namun sayang itu  jarang kami terima. Berbagai macam alasan ia lontarkan. Nampaknya ia terlalu cerdas sehingga gampang bersilat lidah. Atau kalau nggak, Kami yang terlalu goblok menerima segala kesewenang - wenangan dia. 
Siapa kami di matamu?

Ilmu , kompetensi, dunia kerja.
Sebegitu terlihat bodohkah kami dimata anda?
Kami butuh anda, kami orang yang kurang beruntung. Di hempaskan dengan apa yang namanya takdir sehingga sampai disini. Dulu, saat SMA. tempat ini bukan impian saya. Tapi saat tidak ada tempat yang mau menampaung saya, justru tempat inilah yang memayungi saya. Memberikan harapan untuk saya kembali menyusun impian. Saya berusaha ikhlas, dengan susah payah mencintai tempat ini dan segala isinya. Namun apa yang terjadi, bahkan saat anda salahpun kami yang minta maaf. Anda bukan Raja, kami juga bukan budak. Kita sama manusia. Makluk Tuhan, mempunyai hati. Objek yang kita geluti sama, ilmu. Kendati berbeda tujuan. Kami mengharapkan ilmu, dan anda mendapat bayaran. Namun bermuara di akhir yang sama. Uang memang dibutuhkan. Untuk mendapatkan itu, kami perlu pekerjaan. Dan apakah dengan perilaku anda yang demikian, menjamin kita bisa bersaing dengan kompetitor yang lainnya?? Bersaing dengan anak didik anda di bagian tempat yang berbeda? Yang selalu menjadi prioritas anda. 
Semenjak saya mencium tangan Ibu saya saat berpamitan berangkat dengan nama mencari ilmu. Sejak itu, anda membuat motivasi saya kian lama kian menyusut.
Anda bukan hanya merugikan saya, tapi mengecewakan Ibu saya. dan demi apapun saat ada orang yang menyinggung kenyamanan hati Ibu saya. Maka sebisa mungkin saya akan bertindak. Tidak tinggal diam. Tak akan membiarkan raut wajah Ibu saya berubah. Dengan segala kebisaan saya, saya akan mempertahankan senyumannya. Namun kini, saya merasa gagal. Berhadapan dengan anda, saya tidak bisa berbuat apa - apa. saya mungkin berpikiran berbeda dengan yang lain. Ingin rasanya aspirasi, keinginan saya sampaikan. Namun keberanian saya belum cukup, kalaupun ada teman yang sejalan namun saya meragukan kesediaan mereka. 
Tadi, terlihat manusia yang masih tertawa tak merasa dirugikan, ada yang malah tanpa karuan meminta maaf, ada yang bingung dan hanya bisa main - mainin hp atau mungkin saya yang paling goblok, menyadari, tak bisa berbuat lebih dan hanya bisa menangis. Mungkin iya, yang paling goblok saya. 
Namun karma selalu ada. Dunia mempunyai Pencipta dan Pemiliknya. Sadarlah, ada yang melihat. Dan saya punya Tuhan. Untuk itu, Tuhan, berikanlah ganjaran yang setimpa untuk orang yang mengecewakan Ibu saya aminn. 
Apapun ganjaran itu, kalau bisa tak perlu hukuman, cukup pelajaran dan sadarkan. Karena sungguhh kami membutuhkan dia.