Terkadang kesendirian lebih menarik perhatian saya. Ditengah - tengah orang yang berlalu lalang, ada saatnya telinga ini sepi. Senyap. Tak terdengar cuap - cuap orang menanyakan kabar atau bercerita yang mengusik keasyikan dalam sendiri. sama halnya hari ini, saya hanya sesekali tersenyum tak banyak omong seperti hari - hari yang lalu. nampaknya ini kegemaran saya saat ini.
Anehkah?
bagi saya wajar.
disaat teman sekelas menyambut dengan suka cita hari raya Idul Adha. Mata mereka terlihat lebih terang dari biasanya, wajahnya merona dan jelaslah kesenangan dan tidak sabar menanti hari esok. saat berkumpul dengan orang yang disayang. Keluarga. Di Mushola, lagi - lagi Ada seorang anak yang mengusik kenyamanan hati ini.
"Kamumah nggak pulang ya? suka betah di kosan"
Saya membalas dengan senyum manis dipaksakan.. Entah dia merasa atau tidak, tapi saya merasakan perubahan dalam hati saya. Seketika singgah kerinduan yang menjadi. melihat Ibu, Ayah, Kakak, Adik, dan keponakan yang setiap dia tertidur setelah saya asuh, kebahagiaan menjadi milik saya. Tidurnya membuat hati saya tenang.
Baru kali ini saya tersiksa dengan perhatian, keramahan orang lain. Ada yang berkata : Aneh banget sih kok nggak pengen pulang, kok nggak kangen sih,..bisaan banget. dan masih banyak yang lainnya.
Dan hari ini saya menyadari saya memang berbeda. Tapi rasa kangen manjadi ciri manusia yang bernafas, termasuk saya. Saya belum pulang bukan berarti tidak merasakan kerinduan dengan keluarga. Bercanda dengan kakak, berebut manja makanan dengan adik, melihat lahapnya saat Ayah sarapan sebelum berangkat mengajar dan saat malam, mendengar Ibu mengaji lantas tertidur pulas setengah ngorok di ruang TV, itulah saat membahagiakan buat saya. Terus jika hari Lebaran ini saya nggak pulang, apakah saya salah? Apakah kalian meragukan hati saya? Sungguh bahwa saat ini hanya air mata yang tahu bahwa tak perlu diragukan kerinduan saya ingin berjumpa dengan keluarga.
Sebanarnya, tak ada yang melarang saya pulang dan tak ada satupun yang manghalangi kepulangan saya. terkecuali diri saya sendiri. segala perhitungan, dan seolah tanggung jawab. Belum enak hati pulang sebelum selesai ujian. Cucian, tugas menumpuk. Sehingga jauh - jauh hari saat banyak yang bertanya, saya mantapkan diri menjawab "nggak pulang". Tapi hari ini, saya tersiksa dengan pendirian saya sendiri. Merasa menjadi manusia pendengki saat mendengar mereka akan pulang dengan senyum seolah menang lotre.
Terlebih Ayah menelpon, sedang memberitahukan bahwa saat ini sedang berada di rumah Pak Kamil. Guru fisika saat saya berada di kelas X. saya bertanya sedang apa? Beliau dengan senang menjawab : Pak kamil sekarang tersohor sebagai penernak Burung. Burungnya banyak, duitnya lebih banyak lagi. Di sisi telpon ini, saya membalas dengan menggelengkan kepala. Ayah oh Ayah. selalu kalkulatif, Baginya, hobi bisa mengahasilkan kepuasan, kesenangan sekaligus keuntungan. Dengan modal komunikasi dan inteligensi yang mumpuni tak susah baginya dekat dengan semua orang. dari kalangan apapun. tapi dibalik itu, Tahulah saya bahwa setiap detik, pemikiran yang beliau hasilkan tak lain adalah untuk saya. Setiap Ibu dalam sendiri, absennya ayah di meja makan, tetangga yang mengguncingkan ayah karena selalu absen sholat berjamaah, dan pernah sampai ke telinga Ibu saya. Lantas Ibu menceritakannya pada saya, namun terlihat dia selalu menjaga senyumnya, nyatanya dia lupa, kalau saya sudah duduk di tingkat I perguruan Tinggi. Tak mempan lagi senyum manis, tak dapat mengelabuhi saya, karena apa? Karena saya juga merasakan nyesek yang luar biasa.
Sama halnya dengan Ayah, nampaknya saya juga termasuk manusia yang kalkulatif,..Bukankah ongkos Bandung - Pangandaran pulang pergi Rp. 80000,- ditempuh dengan waktu 8 jam. Bukankah dengan mamanfaatkan teknologi hanya membutuhkan beberapa sekon untuk kemudian berbicara sepuasnya dengan modal Rp. 1700 perak..hehe sungguh. Bahkan saat Ayah diakhir pembicaraan tadi memberikan pilihan untuk saya pulang. Saya masih bingung namun sudah contong ke arah positif lebaran Idul Adha saya tidak pulang.
tak ada artinya bagi saya, bertemu denga keluarga dengan mengambaikan tugas - tugas saya disini. 16 jam di perjalanan bisa saya habiskan disini dengan mencuci pakaian, menjemurnya, lantas menyetrika ditambah nyemil sambil mendengarkan musik atau membuka - buka buku seraya membaca dan menyusun daftar tujuan mana dulu yang sudah ada dalam benak saya, namun belum sempat tangan ini mengerjakannya. Dengan itu, saya yakin orang tua saya lebih bangga dari pada mengejar kerinduan. Bukankan ada yang lebih penting? sungguh jika saya menyerah dengan apa yang orang katakan home sick, tidaklah sepadan dengan pengorbanan orang - orang hebat yang selalu ikhlas memperjuangkan saya. Saya yakin Tuhan memberikan saya pemikiran ini, yang menurut sebagian orang nggak wajar, pasti disertai makna, dan pemikiran ini datang merupakan rencana Tuhan dan bukan kebetulan. So bukan hanya hargai, tapi cobalah mengerti mengapa saya seperti ini. Dalam realita, perbedaan benar adanya. Mulailah berpikir bahwa ada yang berbeda disamping kalian, pahami. Saya memang berbada.
Disini, disana tanpa bertatap muka. Kita sama. saling mengerti dan menjaga. dalam do'a yang lebih dari sekedar mantra kita saling meminta. kebaikan. Untuk itu harus selalu ada perjuangan. Kita meringkuk bersama dalam hangatnya do'a. Tuhan yang tahu, betapapun saya sangat merindukan kalian. Dan tak perlu saya tanyakan lagi bagaimana dengan kalian, kekuatan do'a kalian meyakinkan saya bahwa kalianpun demikian. Hingga Tuhan sampai menakdirkan Saya telah matang, siap dan berkecukupan berapapun waktu yang saya dan kalian butuhkan bukanlah hal yang sulit diwujudkan.
Selain itu, Saya ucapkan Terima kasih kepada sahabat hati yang menemani saya selama 4 tahun, keteguhan dan kesabaran kamu membukakan mata saya. Bahwa tak perlu ketampanan, tak terlalu berdampak besar pendidikan, karena keluarga kamu memang pendidik yang handal. terimakasih atas kesediaan menjaga hati saya. teruntuk Jajang Nur jaman. Laki - laki yang banyak menggoreskan kehidupan saya sehingga terkadang terasa perih namun disanalah pelajaran berarti. Saya tahu sudah 3 tahun lebih kamu menjalani lebaran Idul Fitri maupun Idul Adha tanpa keluarga.Saya tahu rasanya, sedih. Saya juga sekarang merasakan. Terbukti, saya memang bisa. walau sekali - kali air mata ini jatuh. tapi itu dilegalkan selama membuat hati tenang dan untuk hal yang memang pantas. Seperti keluarga,..daaaaannnnnnnn kamu. jajang Nur jaman. Dari kebodohan saya yang selalu membuat kamu pusing tak jarang kamu juga menangis buat saya.
Terakhir, tak ada suara yang lebih saya kenal, memberikan kesejukan tanpa protes selalu menemani saya. Sama halnya dengan malam ini Kipas angin kosan beserta pengharum ruangan yang ditempelkan.
1 komentar:
I Like.. :)
Posting Komentar