Jumat, 28 November 2014

Mati lampu

Untuk mama yang di rumah seorang diri. Aku menulis tentangnya karena barusan saja aku menutup telepon. Katanya, di sana mati lampu. Saat ini, beberapa waktu yang lalu, tak ada penerangan alternatif, bahkan lilinpun tak tersedia di depan mamaku. Oh Tuhan, mendadak rindu ini semakin menguat. Mendadak, hati ini menjadi hangat. Karena melalui bayangan yang kau anugerahkan, aku meraba-raba wajah mama yang diselimuti kegelapan. Mungkin ia mencari-cari senter atau korek api. Atau bahkan mencari-cari potongan lilin. Namun yang jelas, yang aku tahu, dia menelepon papaku, suaminya. Tuhan, aku tahu selama ini Engkau begitu mencintai mamahku, Engkau selalu mengulurkan kemurahanMu untuk selalu menuntunnya sehingga ia tak tersesat. Sehingga ia mencapai tujuan hidupnya. Yaitu melihat keluarga yang dibinanya penuh kebahagiaan. Demi anak-anaknya, mama dan papaku tak bersama dalam menghadapi gelap. Dalam mati lampu kali ini. Namun mereka saling bersandar melalui seluler, melalui suara. Dan kutahu, suatu saat ada  suara yang membuat semuanya bersama, baik saat mati lampu atau pun saat lampu menyala. Hal itu akan terjadi, manakala kami, aku, adikku, kakakku, benar-benar mampu hidup dengan lebih dari kata layak. Mampu memberi dengan tanpa memperhitungkan sisa, mampu bertamasya kemanapun, dan itu semua adalah saat yang akan kita tunggu. Moment yang ada di banakku agar aku terus mengingat dan berusaha memperjuangkan. Suara yang aku nanti dan cintai, yaitu hanya suara keceriaan. Kami ceria, saat kami bersama. Papa dan mama. Terima kasih atas cinta dan kasih yang kalian berikan untuk anak-anak kalian. Terima kasih terus memelihara rasa bangga kalian pada kami. Terima kasih sudah mau berkorban untuk kami. Dan untuk Tuhan, Allah SWT, dalam malam yang penuh rahmat dan gelap yang menyilimuti rumahku malam ini, aku titipkan mamaku. Aku tahu, saat ini ada cahaya yang menemaninya. Cahaya yang akan terus hidup sampai papaku pulang ke rumah. Dalam malam sampai pagi menjelang, mereka bersama. Menanti anak-anaknya pulang memeriahkan rumah kecil kami. Untuk itu, salut untuk seorang ayah dimanapun, yang selalu mencari cara untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, terlebih anak-anaknya. Dan untuk seorang ibu, aku bangga karena kalian dapat merawat rumah dengan baik. Sehingga disana tumbuh benih-benih kebagiaan. Benih-benih kesuksesan seorang kepala rumah tangga. Mati lampu? Itu hanya jeda, mah sampai lampu menyala, selalu tersenyum dan bersyukur.

Oh ya, dan untuk laki-laki yang aku sayangi, Cahyadi Latif, dalam kemeriahan pesta malam ini, apakah kamu tahu di rumah kita mati lampu? Namun mama menahan kantuk untuk mendengar suaramu, untuk mengantarkan rindunya. Dan untuk mengucapkan selamat atas keberhasilan kamu. Cepat besar, semakin pintar, semakin membanggakan, kelak setelah berhasil ayo kita pulang. Ayo kita habiskan malam bersama, di rumah kecil kita, mengelilingi lilin saat lampu tak menyala dan menonton tv saat terang menyelimuti kita. Sayang, harimu semoga selalu menyenangkan. Kata mama, terasa ada yang kurang saat kamu akan bepergian dan tangannya tak menyiapkan apapun. Tak ada lepeut dan cemilan atau roti yang di beli saat sore, atau keripik pisang yang pisangnya di petik dari halaman rumah. Sayang, besok kamu ke Balikan? semoga sukses, semoga menyenangkan. Jangan berpikir oleh-oleh yang dibeli dari uang sakumu. Sejujurnya, teteh hanya menginginkan oleh-oleh fotomu, tentu dengan gambar wajah yang menyenangkan, yang tampan. Siap?
Oke, teteh tahu sekarang kamu lagi menganggukkan kepala. Terima kasih de Latif, terima kasih semuanya. Dan tanpa menunggu mati lampu, sekarang aku akan mematikan lampu dan menarik selimut. Good night.

Tidak ada komentar: