Sabtu, 08 November 2014
Untuk seorang petugas parkir
Malam, musik, dan kehangatan yang mengusik sejak kemarin. Entah kenapa, setelah sekian lama aku berputus asa dan melupakan mimpi sehingga malam dan siang hanya diisi oleh serangkaian aktivitas menonton disamping mengerjakan tugas kuliah. Menulis? aku tak memiliki keberanian untuk menyentuh mimpi itu lagi. Iya, lagi. Dan sudah lama tak merasakan kenikmatan menulis. Tapi sejak kemarin, aku menemukan hatiku terusik dikarenakan pertemuan dengan seorang lelaki usia 50 tahunan. Kamarin, saat hujan menyisakan gerimis, saat aku turun dari angkot dan berdiri di hatle karena tempat duduk yang basah. Saat itu, kulihat seorang tukang parkir berambut keriting dengan ubah hampir di seluruh rambutnya tengah berdiri si samping mobil yang keluar. Tampaknya, ia sedang mengarahkan mobil agar dapat berjalan di jalan raya. Kulihat, ia tak terlalu masuk di jalan raya, dan aku heran. Karena seharusnya ia menyetop kendaraan yang ada di jalan. Namun beruntung, walaupun dengan tersendat-sendat, mobil pun dapat berjalan di karamaian. Saat itu, kuperhatikan bapak itu yang sudah menyelesaikan tugasnya, ia berjalan ke arahku. Kaki kirinya berjalan dengan diseret oleh sebelah kakinya yang lain. Wajahnya tampak kelelahan, dan dengan susah payah, ia duduk persis di sebelah kananku. Kami saling membelakangi, namun ekor mataku terus menatapnya. Tuhan, kulihat ia sedang menatap tangannya yang merah. Nampaknya, tangan bapak itu sedang sakit. Gatal mungkin, dan aku dapat membayangkan gatal yang di gempur air hujan. Perih, aku dapat merasakannya. Selain itu, tubuh gemuknya terus saja bergetar. Mungkin ia tak sadar, namun aku melihat dengan jelas, kaki, badan, dan pundaknya berontak dengan kaos putih belel yang basah. Bapak, walau aku tak berani menyapa, menanya, atau secara terang-terang menatapmu. Namun, dengan ketulusan aku mendo'akan bapak selalu dilindungi Tuhan. Amin. Pak, terima kasih telah membangunkan naluri menulisku yang tergerus keputusasaan. Terima kasih bapak. Sehat selalu. Aku, yang memperhatikan bapak dari ekor mataku.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar