Saat ini hujan dan aku
ingin berkenalan. Sebut saja namaku Melan. Aku tak pernah menampilkan sesuatu
yang bukan aku dalam waktu yang lama. Jika aku marah aku dapat berbicara dengan
kasar dan aku tak pernah malu untuk tertawa terbahak-bahak di depan umum, terlebih
dengan dua orang yang selama ini berarti dalam hidupku. Begitupun saat aku
sedih, aku akan menangis. Tak banyak yang tahu memang namun percayalah aku
dapat menangis berjam-jam, menghabiskan tisyu punya teman dan setelah tangis
aku akan menertawakan diriku sendiri. Oh ya, kelebihanku adalah dapat menertawakan
suatu kesialan yang menimpaku. Namun saat ini, kendati di meja belajarku ada
tisyu namun tak ada siapapun bersamaku. Lagi, hanya suara hujan yang mengiringi
aku untuk menelusuri setiap lorong di hatiku.
Lorong hati, perasaan. Banyak
faktor yang membuat perasaan menjadi tak enak. Namun bukankah perasaan tak enak
akan terasa begitu menyebalkan saat kita tak tahu alasannya? Pernahkah kalian
merasakan hal itu? Untuk para perempuan mungkin. Namun aku yang terus dirundung
perasaan itu tanpa bisa menumpahkan tangis di saat perasaan nyesek begitu
kentara, perlahan-lahan mulai menemukan akhir. Dan aku tahu alasannya.
Tanpa direncana, aku menelepon
mamahku dan yang mengangkatnya adalah papaku. Seorang ayah yang sejak kecil
membuat aku begitu percaya diri, tak mengenal takut, dan membuat aku selalu
dapat mengandalkannya. Namun sekarang orang itu sedang sakit. Kudengar suaranya
tak setegas biasanya dan mendadak aku merindu. Dalam suaranya tergambar ia
begitu bekerja dengan keras. Ia mengorbankan dirinya untuk seorang putri yang
sekarang tak mungil lagi. Yang sekarang rambutnya tak keriting lagi, dan yang
sekarang lebih banyak menggunakan uang dibandingkan sewaktu dulu. Putrinya yang berjarak dengan dia. Namun dalam
jarak itu, keduanya terus saling mengingat. Keduanya saling mendekap.
Bagiku sebuah dekapan
hangat bukan hanya bersama papa namun juga kamu. Orang yang berbagi tisyu,
berbagi ruangan, dan berbagi waktu dalam ketulusan. Seorang saudara yang sangat
berarti untukku. Seorang saudara yang tak pernah mengeluh saat aku menggunakan
waktunya. Saat aku dengan egois melakukan apa yang aku suka. Berbicara. Salah satu
korban dari kegemaranku berbicara adalah kamu. Aku dapat berbicara tanpa henti
dalam waktu yang sangat lama dengan topik yang berbeda-beda. Namun sebenarnya
ada satu hal yang mengganjal dalam hatiku, yang terkadang muncul di saat aku
tak bersamamu. Namun baru sekarang aku utarakan. Baru sekarang aku mengakui
keegoisanku. Kamu, bukankah aku jahat selalu berbicara tentang orang yang aku
andalkan? Orang yang sama-sama kita cintai namun bagimu, cerita tentang dia
terbatas. Jarak yang diukur dengan mata tak mungkin dapat ditaklukkan. Betapa
jahatnya aku karena mungkin saja melalui ceritaku, kamu meraba perasaan
seandainya kamu bersamanya. Seandainya kamupun dapat lebih banyak bercerita
tentang dia. Dan mengalami apa yang aku ceritakan. Cantik, jarak yang tak bisa
diukur itu nyatanya begitu dekat, karena kamu mendekapnya erat dalam do’a yang
kamu panjatkan. Dalam wajahmu dan pribadimu yang mengagumkan aku tahu, ada dia.
Kendati kamu tak bisa berbagai cerita tentang teman-temanmu padanya, tentang lelaki
yang dekat denganmu, atau runcingnya lidah temanmu yang membuat kamu tak ingin
lagi berjalan bersama dia. Yakinlah suara dan nasihat dia ada di sekeliling
kamu. Suaranya adalah suara kebaikan melalui mereka, siapapun itu. Dan kasih
yang dia berikan, dia titipkan pada orang-orang di sekelilingmu. Sederhana
namun bermakna. Hangat. Iya, kamu dapat merasakan kehangatannya bukan? Kaos kaki
dan selimut saat hujan. Saat inipun, dia sedang mendekapmu
Selain itu, orang yang
membuat aku menangis adalah kamu. Hai kamu yang saat ini sedang bersedih. Kamu
yang saat ini pikirannya sedang kalut dan kamu yang sekarang dalam waktumu
melupakan aku karena masalahmu. Yang sabar sayang dan selalu tabah. Senyummu jangan
hanya menjadi milik orang lain. I love you.
Dalam hidupku, selain
orang tua dan keluargaku, adalah kamu yang selalu berusaha membahagiakan aku. Kamu
yang menyampaikan rinduku untuk mamahku. Iya, saat ini aku yakin hanya Tuhan
dan kita saja yang tahu tentang itu. Sayang, tahukan hamu bahwa pribadimu yang
menjadi candu bagiku sehingga aku terus merindu? Karena itulah, sampai kita
bertemu, sampai wajahmu tak hanya ada dalam gambar dan kenangan, jaga diri
baik-baik.
Sampai tulisan ini
berakhir, saat ini hujannya reda. Reda sebagai jeda atau memang akhir dari air
yang menetes ke bumi untuk hari ini, aku tak tahu pasti. Namun yang aku ingin
pastikan adalah kalian selalu dalah keadaan baik. Rohani maupun jasmani. Mudah-mudahan.
Untuk papah, kamu, dan juga kamu. Sampai
kapanpun, biarpun tempat kita berjarak namun ingatan dan perasaan jangan sampai
demikian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar