Menulis, dalam keadaan apapun kata itu menjadi hal yang menarik bagi saya. Tidak terkecuali saat tangan ini hanya bisa mengetik dengan hanya menggunakan jari - jari di tangan kiri. Jadi di hari yang memuakan seperti ini, jamari saya masih menari menorehkan kata demi kata ungkapan kekecewaan hari ini.
Dengan kamu, waktu terasa berlari meninggalkan kita. saya masih nyaman dengan suasana tadi, pembicaraan santai dengan sesekali diselipkan canda dan tawa. sampai akhirnya, jam hitam yang melingkar di tangannmu, menarik lebih banyak perhatianmu dibandingkan kata yang keluar dari mulutku. Akhirnya, kita berjalan pulang. Di tengah jalan, ada percabangan dan saya memutuskan untuk menaiki sebuah angkot yang kali ini tidak membuat saya nyaman untuk memejamkan mata. Hati dag - dig - dug merasa ada yang tidak beres. Ternyata oh ternyata hp saya tertinggal. Saya turun dan naik lagi angkot yang menuju kampus. Ternyata, hp dipastikan lenyap dan sudah tidak akhtif lagi. saya mengeluh, menyesali keteledoran saya dan kebobrokan nilai bagi sebagian orang. Yang dengan tega mengambil barang milik orang lain, perasaannnya, dan kemanusiaannya luntur sudah. Mata di butakan dengan materi dengan menepis sisi belaskasihan kepada anak kos yang mungkin bila tanggal tua hanya bisa makan angin doang. Tapi sudahlaah...
Belajar menerima, bersabar dan bersyukur walau sangat pedih. susah dan mustahil terlaksana bagi saya, wanita yang awam bagaimana cara mengamalkan akhlak yang baik.
Di kosan, saya menumpahkan kekecewaan dengan membuka laptop dan menuliskan perasaan pada sebuah jejaring sosial. banyak yang menanggapi dibanding hari - hari biasa, Membuat saya bisa menyimpulkan bahwa terkadang musibah mengeratkan persaudaraan dan rasa kemanusiaan sesama manusia. Ironis memang, tapi itu realitanya.
Saya kembali membaca satu demi satu orang yang rela meyelipkan kalimat sekedar menaggapi atau mengucapkan kalimat sabar. Hmmzz. Ada yang paling berkesan, Ibu Guru Matematika yang menjadi sosok inspirator dalam hidup saya. Ani Nuraini.Guru SMA kelas XI di SMA N 1 Parigi . Mata pelajaran mempertemukan kita. dengan status yang berbeda. Guru dengan siswa. Awalnya saya tidak begitu respek dengan permainan angka - angka. Namun beliau bagai pesulap, dapat merubah suasana hati saya dan anak kelas yang lain menjadi lebih menyayangi matematika. permainan angka yang membuat pusing kepala dapat menjadi hal yang menarik dan memunculkan antusias belajar. Sama rata sama rasa. Tidak ada pembeda, tidak pilih kasih untuk semua siswa. Saya yang bodoh dalam hal matematika, sama sekali tidak merasa tertekan, justru keinginan saya untuk ke depan menyetorkan tugas yang diberikan begitu besar. Ibu ini seperti malaikat. Manis, kecil dan gaya berbicara seperti mengunyah permen karet. Namun jelas, angka - angka itu menjadi lebih hangat dan bersahabat lewat suara dan jari - jemarinya yang menggoreskan spidol di whiteboard. Bukan hanya mengajar atau status guru yang beliau sandang. Tapi persahabatan. Ia tak sungkan mengajarkan pengalaman hidup, nasihat seolah kami siswanya adalah adik beliau. Namun bila di lihat dari sorot mata dan derap langkahnya, ia bukan tanpa wibawa. Tidak. Beliau amat sangat tegas. Berkarakter dan membuat kami nyaman. Namun siang ini, guru kebanggaan saya tidak seperti dulu lagi. entahlah saya kurang tahu juga. namun yang jelas, Ibu Ani guruku tersayang, cepat sembuh.Gerakan - gerakan lagi kakimu, sehingga dapat berdiri tegap. Melangkah dan memberikan makna bagi setiap orang yang ada di sekelilingmu. sehingga bisa mengingat sama halnya saya dan kucuran demi kucuran do'a yang deras senantiasa menjaga tidurmu.
Saya bersyukur dan bangga bertemu dengan Ibu, walau mungkin saya belum membuat Ibu bangga memiliki anak didik macam saya. Tapi yang jelas, suatu saat nanti saya ingin seperti ibu. Menjadi Guru yang mengena di hati siswa. Hidup dalam pikiran siswa sebagai sosok yang berjasa, menginspirasi dan merasakan kesukuran serta kebergunaan kita hidup di semesta ini.
sakit, hati saya sakit kehilangan hp siang ini, namun lagi - lagi ibu menasihati saya melalui keadaan Ibu. tidak sepatutnya saya merasa sial atas kejadian ini. selalu bersyukur dan tawakal bahwa di luar sana masih ada manusia yang kurang beruntung seperti saya. Masih ada manusia yang terkulai lemah karena sakit jasmaninya dan masih tetap bisa sabar. bahwa masih ada di luar sana, yang sakit rohaninya dan berjalan - jalan sepanjang jalan. dan juga masih banyak di luar sana, manusia yang rendah martabatnya sehingga dengan tanpa merasa berdosa mengambil barang yang bukan menjadi miliknya. Ibu, yakinlah Tuhan menyayangi Ibu. sama halnya seperti Ibu guru yang menilai anak didiknya dengan ujian. Mungkin ini juga cara Tuhan menguji dan akan meninggikan derajat Ibu. aminn. keket sayang Ibu.
Katrin Yustina, Keket
Anarkiss all Brother
(Anak Republik kelas sosial satu)